Selasa, 13 April 2010

Suplai Gas Lancar, Pabrik PIM Beroperasi Setahun Penuh


Teks : Fauzi Djamal
Foto : Roni Mawardi


Pengalaman pahit tahun 2005 berupa terputusnya pasokan gas dari ExxonMobil membuat PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) gencar melakukan terobosan untuk mendapatkan gas. Berbagai upaya pencarian dan negosiasi mendapatkan gas yang dilakukan perseroan bertujuan agar kedua pabrik PIM bisa beroperasi lagi. Kini manajemen PIM sudah bisa bernapas lega karena tambahan pasokan gas sudah pasti diraih.

Direktur Utama PIM Mashudianto mengatakan, pihaknya telah menandatangani kontrak pasokan gas dengan ExxonMOI untuk mendapatkan pasokan gas setara 1 kargo Liquefied Natural Gas (LNG) yang merupakan kargo ke-6 untuk produksi Desember 2009 sampai Februari 2011. Penandatangan kontrak dilaksanakan pada Jumat, 4 Desember 2009, di Bandung, Jawa Barat. Turut menyaksikan penandatanganan itu Kepala BP Migas R Priyono.

“Kontrak itu bermakna PIM telah melengkapi pasokan gas sebanyak 6 kargo setara LNG sehingga 1 unit pabrik bisa beroperasi selama setahun penuh mulai Januari hingga Desember 2009. Sebelumnya di tahun 2008, 1 unit pabrik hanya bisa beroperasi selama 6 bulan. Ini sungguh prestasi yang membanggakan. Kami pun akan merasakan kembali acara pengantungan pupuk akhir tahun setelah beberapa tahun tidak bisa melakukannya,” tutur Mashudianto sambil tersenyum.

Ia pun bercerita betapa ketatnya persaingan mendapatkan gas. Walaupun PIM sudah memperoleh prioritas pembelian gas dari BP Migas namun pihaknya tidak boleh menunggu melainkan harus aktif mendekati operator LNG. “Buktinya, tanggal 4 Desember 2009 kontrak ditandatangani, besoknya gas langsung habis padahal sebelumnya masih tersisa beberapa kargo. Jika telat tanda tangan niscaya PIM tidak memperoleh gas,” pungkasnya serius.

Gerilya gas

Beroperasinya pabrik selama setahun penuh seakan menjadi momentum kebangkitan bagi produsen pupuk yang berpusat di Lhokseumawe, Aceh ini. Pasalnya sejak tahun 2005, PIM tidak bisa beroperasi penuh karena pasokan gas terhenti. Akibatnya kinerja perusahaan menurun dan turut mempengaruhi roda perekonomian daerah. Bahkan kebutuhan pupuk di wilayah Aceh dan sekitarnya terpaksa harus dipasok dari PT Pusri dan PT Pupuk Kaltim (PKT).

Namun manajemen PIM tak pantang menyerah. Beragam cara ditempuh untuk mendapatkan gas. Walhasil PIM hanya mendapatkan 3 kargo LNG atau 25% dari kebutuhan. Padahal untuk menghidupi dua pabrik PIM dibutuhkan 12 kargo LNG atau 110 MMSCFD tiap tahunnya. Artinya, PIM masih kekurangan pasokan gas dan terancam tidak bisa berproduksi lagi.

Kelangsungan hidup PIM dipertaruhkan. Pemerintah pun turun tangan menyelesaikannya. Akhirnya, pada Desember 2007, PIM berhasil mengikat kontrak perjanjian jual beli gas dengan Medco EP Malaka untuk mendapatkan gas sebanyak 110 MMSCFD dari lapangan gas Blok A yang berada di Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Namun, kepastian penyaluran gas baru bisa diterima PIM pada triwulan II tahun 2012.

Untuk kebutuhan gas jangka pendek, PIM terus bergerilya mencari pasokan gas. Kondisi ini berlangsung sejak tahun 2005-2008. Ironisnya, gas yang didapatkan PIM selalu melalui mekanisme swap (pengalihan), salah satunya dari KPS Kalimantan Timur. Meski begitu, jumlahnya terus mengalami peningkatan. Tahun 2009, mulai ada perbaikan. PIM telah mendapatkan pasokan gas 6 kargo LNG sehingga 1 unit pabrik bisa beroperasi selama setahun penuh.

Blok A

Untuk tahun 2010, jelas Mashudianto, PIM membutuhkan 11 kargo LNG untuk bisa meningkatkan produksinya. Komitmen gas pun sudah diperoleh dari pemerintah yaitu 6 kargo dari ExxonMOI dan KPS Kalimantan Timur serta 5 kargo dari Blok Tangguh yang merupakan pengalihan penjualan ke Sempra Energy.

“PIM membelinya dengan harga US$5 per mmbtu sedangkan gas dari Blok Tangguh harganya masih dibicarakan dengan BP Migas. Jika PIM berhasil memperoleh kepastian 11 kargo LNG, produksi urea tahun 2010 ditargetkan mencapai satu juta ton. Sedangkan target produksi urea secara nasional sebesar 7,3 juta ton,” ujar Mashudianto.

Ia pun optimis kedua pabrik PIM akan beroperasi secara penuh mulai tahun depan. Apalagi, tahun 2012 PIM sudah mendapat komitmen pasokan gas dari BP Migas sebanyak 12 kargo LNG. Ini berarti, PIM sudah bisa memproduksi pupuk urea dan amoniak secara rutin dan kontinyu.

“Tahun 2012 lapangan gas Blok A juga sudah mulai berproduksi dan PIM pasti menerimanya. Jika PIM telah beroperasi secara normal maka program ketahanan pangan semakin terjamin dan kawasan industri petrokimia di Lhokseumawe menjadi semakin subur dan dapat menarik para investor menanamkan modalnya di Aceh. Dalam jangka panjang, PIM juga mampu berkontribusi pada laju pertumbuhan ekonomi Aceh mengingat dua BUMN lainnya yaitu PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) dan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) belum juga beroperasi,” papar Mashudianto.

Sambil menunggu Blok A berproduksi, tambahnya, PIM juga telah mengusulkan untuk pemanfaatan terminal LNG Arun sebagai receiving terminal. Tujuannya untuk menampung LNG dan akan mengubahnya menjadi gas. Untuk itu diperlukan sarana tambahan berupa regasification heater dan pipa penyaluran gas.

Langkah ini terkait dengan rencana BP Migas untuk mengalihkan 50% atau 1,85 juta ton penjualan LNG Tangguh ke Amerika untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Rencananya, gas itu akan digunakan untuk kebutuhan pembangkit listrik dan pabrik pupuk.

“Kami akan mengajak Pertamina untuk bekerjasama mewujudkan rencana ini. Sebab keberadaannya mampu menghidupkan industri petrokimia di Aceh mengingat di sana terdapat pabrik AAF, KKA, pembangkit listrik, dan dua pabrik PIM. Pasokan gas bisa diperoleh dari mana saja termasuk juga pengalihan LNG Tangguh dari Amerika ke domestik. Saya berharap rencana ini bisa segera terwujud,” tandas Mashudianto. ***

* Majalah BUMN Track Edisi Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar