Jumat, 16 April 2010

Pupuk Kujang Produksi Granular 100.000 Ton




Teks : Fauzi Djamal

Foto : Dok. PT Pupuk Kujang


Pasokan pupuk NPK nasional dipastikan terus bertambah seiring beroperasinya pabrik pupuk NPK Granular milik PT Pupuk Kujang (Persero). Pabrik pupuk yang berlokasi di Kawasan Industri Kujang Cikampek ini berkapasitas 100 ribu ton per tahun dan menelan investasi sebesar Rp55 miliar.


Direktur Utama PT Pupuk Kujang Aas Asikin Idat menuturkan proses pembangunan pabrik lebih cepat dua bulan dari jadwal yang ditentukan yakni sekitar 14 bulan terhitung dari 23 April 2008 hingga bulan Juli 2009. Teknologi yang digunakan berupa steam granulation dengan bahan baku terdiri dari urea, ZA, MAP, DAP, phosphate rock, KCl, ZK, micronutrient, organics, serta filler.


Pabrik ini, lanjut dia, dibangun dengan pola swakelola oleh perseroan yang melibatkan pemasok peralatan dari China serta didukung sub kontraktor lokal. Pihaknya juga menangani sendiri manajemen proyek dan terlibat aktif sejak masa desain hingga konstruksi pabrik. Ia pun memastikan kualitas produk dan kinerja pabrik terawasi dengan baik. Pembangunan pabrik melibatkan 30 karyawan PT Pupuk Kujang dan 350 orang sub kontraktor dengan total jam kerja proyek tanpa kecelakaan 447.854 jam.


Peresmian pabrik dilakukan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Rabu 23 Desember 2009, di Cikampek, Jawa Barat. Turut hadir pula jajaran direksi BUMN pupuk seperti PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), PT Pupuk Kaltim (PKT), dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).


Diungkapkan Aas, pupuk NPK Granular merupakan produk diversifikasi selain pupuk urea, ammonia, dan organik. Upaya diversifikasi dilakukan mengingat ketersediaan bahan baku utama yaitu urea yang jumlahnya cukup besar sekitar 1,14 juta ton per tahun. Selain NPK Granular, pabrik yang dimiliki Pupuk Kujang di antaranya 2 unit pabrik urea berkapasitas 570 ribu ton per tahun, 2 unit pabrik ammonia berkapasitas 330 ribu ton per tahun, dan 1 unit pabrik NPK Blending berkapasitas 300 ribu ton per tahun.


Pasok perkebunan


“Kami menyadari kebutuhan NPK di Indonesia tiap tahun terus meningkat. Di tahun 2009, kebutuhan pupuk NPK sebesar 1,4 juta ton dan mencapai 12,29 juta ton pada tahun 2015. Bahkan di tahun 2025 jumlahnya diprediksi mencapai 23,20 juta ton. Untuk itu, kami akan menambah kapasitas pabrik secara berkala. Mulai tahun 2010 hingga 2011, kapasitas pabrik akan bertambah 2x100 ribu ton sehingga pada awal tahun 2012 kemampuan produksi akan menjadi 300 ribu ton per tahun,” papar Aas.


Pupuk Kujang berencana memasarkan NPK Granular pada sektor perkebunan dan holtikultura di wilayah Jawa Barat, Sumatera, Jawa Tengah, dan Kalimantan Barat. Lokasi pabrik yang berada di Jawa Barat membawa keuntungan tersendiri dan sangat strategis mengingat berada di tengah-tengah sentra pertanian yang besar di Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai sentra tanaman pangan dan holtikultura serta dekat pula dengan Sumatera dan Kalimantan sebagai senta perkebunan kelapa sawit.


Aas menilai pupuk NPK Granular lebih diminati oleh perkebunan sebab lebih cocok dalam aplikasinya di perkebunan dan lebih homogen kandungan unsur haranya. Beberapa konsumen pengguna NPK produksi Pupuk Kujang di antaranya PT Perkebunan Nusantara VII dan VIII, PT Rajawali Nusantara Indonesia II, dan PT Perkebunan Bunga Mayang serta perkebunan sawit PT Perkebunan Nusantara III, IV, V, VI, PT Golden Hope dan PT Bandar Sawtit Utama.


Ditambahkan Aas, daerah pemasaran pupuk NPK tidak diatur oleh pemerintah terkecuali pupuk urea bersubsidi yang diatur melalui mekanisme rayonisasi sesuai peraturan Menteri Perdagangan No.07/M-DAG/PER/2009. Saat ini, Pupuk Kujang memasarkan pupuk urea bersubsidi kepada 23 kabupaten kota yang berada di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Tengah bagian utara. Sedangkan pupuk urea non subsidi dipasarkan ke sektor perkebunan dan industri tanpa dibatasi rayonisasi.


Regionalisasi


Sementara itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar menginginkan agar BUMN pupuk lebih banyak memproduksi pupuk NPK demi memenuhi kebutuhan petani. Langkah ini diperlukan guna mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk urea. Selain itu, penggunaan pupuk majemuk seperti NPK bagi petani lebih menguntungkan karena dari sisi teknis lebih efisien dan mampu meningkatkan hasil produksi pertanian 30-40 persen lebih banyak ketimbang pupuk urea tunggal.



“Tentu perlu tahapan. Ada dinamika yang berjalan, petani secara perlahan diajak beralih dari penggunaan urea ke pupuk majemuk. Setelah itu, diarahkan ke pupuk organik. Kalau sudah siap, kita akan pakai pupuk organik yang lebih sehat,” jelas Mustafa.


Namun ia melihat adanya kebingungan di kalangan petani terkait pasokan NPK. Ia mencontohkan, petani dan pekebun di Sulawesi Selatan kerap mendapatkan NPK dari dua produsen yang berbeda yaitu Pupuk Kujang dan PKT. Sebaiknya, distribusi NPK dilakukan berdasarkan daerah produksinya. Ia pun meminta agar PKT yang lebih dekat ke Sulawesi Selatan untuk meramu komposisi NPK yang disesuaikan dengan struktur tanah di Sulawesi Selatan.


Mustafa berharap Pusri selaku holding bisa melakukan pengaturan distribusi pupuk NPK melalui penetapan regionalisasi pemasaran. Pembagiannya bisa berupa wilayah Jawa, Sumatera, serta kawasan timur Indonesia dan disesuaikan dengan lokasi pabrik NPK. Saat ini ada tiga BUMN pupuk yang memproduksi NPK yaitu Pupuk Kujang, Petrokimia Gresik, dan PKT.


“Regionalisasi pupuk NPK sangat menguntungkan sebab ada efisiensi teknis dan kemudahan transportasiKalau ini bisa berjalan sangat baik maka akan terjadi peningkatkan nilai teknis dan ekonomis yang akan didapat melalui regionalisasi,” tandas Mustafa.


*Majalah BUMN Track Edisi Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar