Teks : Fauzi Djamal
Foto : Andries Sembiring
Gerakan menanam pohon ternyata tidak hanya membuat lingkungan menjadi hijau dan asri melainkan juga mampu memberikan keuntungan ekonomis. Setidaknya inilah yang dirasakan PT Sang Hyang Seri (Persero) ketika memulai gerakan menanam 10.000 pohon di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat pada tahun 2004.
Selama kurun waktu hampir lima tahun, PT Sang Hyang Seri (SHS) telah berhasil menanam lebih dari 165 ribu tanaman dengan berbagai jenis di antaranya pohon jati, mahoni, sukun, sirsak, sawo, serta melinjo. Dari gerakan menanam pohon, SHS pun mengincar pendapatan tambahan sekitar Rp80 miliar. Angka ini berasal dari penjualan kayu pohon jati dan mahoni.
Direktur Utama PT SHS Eddy Budiono menuturkan saat ini SHS sudah menanam lebih dari 15.000 pohon jati dan 13.000 pohon mahoni sejak tahun 2004. Jumlah ini akan terus bertambah hingga tahun 2012. Jika satu pohon jati dan mahoni diasumsikan seharga Rp500 ribu maka dapat diperkirakan memperoleh pendapatan tambahan sekitar Rp80 miliar.
Eddy mengakui tidak menyediakan dana khusus untuk menanam pohon jati dan mahoni. Sebab biaya menanam pohon diambil dari dana rutin perawatan lahan tanaman benih padi. Jumlahnya pun tidak terlalu besar sekitar Rp10.000 per pohonnya. Meski begitu, manfaat yang dihasilkan sangat besar.
“Dampak positif menanam pohon sudah bisa dirasakan secara langsung manfaatnya. Bagi kami, menanam pohon tidak sebatas penghijauan saja tetapi bermanfaat juga untuk memberikan batas dan pengamanan wilayah, sebagai penahan angin dan yang terpenting dapat menjadi penghalang mutasi hama dari satu areal ke areal lainnya. Selain itu, tanaman juga dapat menjadi tempat berteduh bagi para petani. Jadi gerakan menanam pohon sudah memberikan multiplayer effect yang besar,” ungkap Eddy.
Ia menambahkan, upaya pengembangan tanaman jati dan mahoni diharapkan mampu menjadi bisnis sampingan di luar bisnis inti sebagai penyedia benih padi dan holtikultura. Selain jati dan mahoni, SHS juga mengembangkan tanaman sukun yang memiliki nilai ekonomi sebagai substitusi bahan makanan. Sukun juga sangat dianjurkan pemerintah untuk ditanam mengingat dapat diolah menjadi tepung, bahan mie, dan bahan makanan lainnya sebagai pengganti gandum.
Hampir tiap tahun, SHS selalu menggelar acara menanam pohon. Seperti yang terjadi pada Selasa, 15 Desember 2009. Seluruh karyawan beserta jajaran direksi dan komisaris turut terlibat aktif menanam pohon di wilayah Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Beragam jenis tanaman seperti sukun, jati, dan mahoni berhasil ditanam di atas areal seluas 3000 hektar.
“Kami akan terus menanam. Targetnya setiap tahun harus menanam minimal 10.000 pohon. Saat ini sudah tertanam lebih dari 165 ribu tanaman. Lima tahun mendatang diharapkan jumlah tanaman bisa mencapai lebih dari 300 ribu tanaman mengingat areal kami di Sukamandi masih tersedia lahannya,” jelas Eddy.
Ekspor hibrida
Ketika disinggung mengenai progres ekspor benih padi hibrida, Eddy mengungkapkan rencana itu tetap berjalan dan dimulai dilaksanakan pada awal tahun 2010. Adapun negara tujuan ekspor adalah Filipina dan Bangladesh. Kontrak pembelian benih sudah diperoleh tinggal melakukan proses pengiriman saja. Ke depan, SHS berharap bisa menjual benih padi hibrida ke India dan China.
Menurut dia, meski jumlah yang diekspor masih relatif kecil, sekitar 100 ton benih padi hibrida, namun upaya itu harus dimaknai sebagai bentuk kemampuan Indonesia dalam memproduksi padi hibrida. “Kita juga harus bangga produk Indonesia bisa diterima dan digunakan di luar negeri. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan kebanggaan dan kepercayaan petani Indonesia bahkan benih produksi mereka telah digunakan petani luar negeri sehingga dapat mendorong minat anak-anak muda untuk mau menggeluti dunia pertanian,” papar Eddy.
Ekspor benih, tambahnya, juga membuktikan benih padi hibrida buatan SHS memiliki kualitas yang bagus sehingga mampu menembus pasar mancanegara. Namun Eddy menegaskan, rencana ekspor benih padi hibrida dilakukan setelah mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri.
Saat ini, SHS telah mengembangkan sembilan jenis varietas baru benih hibrida yang lebih tahan terhadap hama penyakit dengan produktivitas yang tinggi. Di antara SL8SHS, SL11SHS, DG1SHS, dan DG2SHS. Eddy mengaku, pengembangan benih hibrida dilakukan bersama-sama dengan produsen benih internasional seperti Devgen dari Belgia, SL Agritech dari Filipina, dan Boshima dari China.
Langkah ini ditempuh agar terjadi alih teknologi dalam produksi benih. Selain itu, benih padi lokal unggulan juga dapat dilestarikan. “Sebab dalam setiap kerjasama, kami selalu menginginkan agar benih lokal ikut dibudidayakan. Yang terpenting, kami memperoleh ilmu dan teknologi dari produsen benih luar negeri dan mampu mengembangkannya secara mandiri. Kami pun sudah mendirikan breeding center yang berfungsi sebagai pusat riset pengembangan benih hibrida,” tegas Eddy.
Ia memprediksi kebutuhan padi hibrida di Indonesia akan makin terus meningkat jumlahnya. Karenanya SHS telah membuat langkah antisipati dengan membangun breeding center dan perluasan areal pengembangan uji tanam padi hibrida. Tujuannya agar produksi benih padi hibrida SHS terus bertambah memenuhi kebutuhan pasar.
“Saat ini, penggunaan padi hibrida di Indonesia masih di bawah 10% padahal di luar negeri seperti China, Thailand, dan Vietnam jumlahnya sudah mencapai 50%. Khusus Indonesia, daerah yang paling banyak menggunakan padi hibrida adalah Jawa Timur disusul Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah. Bahkan untuk wilayah Jawa Barat, penggunaan padi hibrida masih kecil padahal produsennya berada di Jawa Barat,” seloroh Eddy.
Hingga akhir tahun 2009, SHS baru bisa memproduksi benih padi hibrida sebanyak 2000 ton. Jumlah ini akan meningkat dua kali lipat menjadi 4500 ton pada tahun 2010. Meski begitu, kebutuhan pasar benih padi hibrida diperkirakan lebih dari 4500 ton karenanya SHS juga bekerjasama dengan produsen benih lokal lainnya untuk memenuhi kebutuhan benih padi hibrida.
*Majalah BUMN Track Edisi Januari 2010
Senin, 26 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar