Sabtu, 17 Maret 2012

BUMN Siap Produksi Converter BBG*


Teks: Fauzi Djamal
Foto: Seno (Kementerian BUMN)

Sejumlah BUMN gotong royong memproduksi converter kit BBM ke BBG. Upaya ini merupakan bukti kongkret dukungan BUMN atas program pembatasan BBM bersubsidi yang akan diterapkan pemerintah pada 1 April mendatang.

Rencana pemerintah menerapkan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi disambut positif BUMN. Sejumlah BUMN menyatakan kesiapannya untuk memproduksi alat konversi (converter kit) bahan bakar gas (BBG). Bahkan Kementerian BUMN memastikan pasokan kebutuhan converter kit BBG dalam negeri dapat dipenuhi oleh BUMN sehingga tidak perlu impor.

“Saya sudah kumpulkan sejumlah BUMN untuk membicarakan soal converter BBG. Kami siap menyediakan dan memproduksi converter 100 persen, jadi tidak perlu impor. Saya juga telah mengecek kesiapan BUMN secara langsung dengan melihat kemampuan pabriknya untuk memproduksi converter kit BBG,” kata Menteri Dahlan Iskan.

Sejumlah BUMN yang terlibat dalam pembuatan converter BBG di antaranya PT Krakatau Steel Tbk, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), PT Inti, PT Pindad, PT Boma Bisma Indra, PT Dok Perkapalan Surabaya, PT Inka, dan PT Bharata Indonesia. Proyek ini akan dipimpin PTDI yang juga akan menentukan standar dan kualitas converter kit.

Untuk tahap awal, tangki dan alat konversi BBG hasil buatan BUMN mencapai 300 ribu unit. Pada tahun berikutnya, jumlah produksi akan ditingkatkan hingga sebanyak 1 juta unit. Bentuk converter kit yang diproduksi terdiri dari dua jenis yaitu pengalihan BBM ke CNG (compressed natural gas) dan dari BBM ke LGV (liquid gas for vehicles). Harga kedua alat tersebut berkisar Rp12-14 juta per unit, namun memiliki desain yang berbeda.

Nantinya, converter kit akan dipasang di dalam mobil namun penggunaan premium masih tetap diperlukan tapi dalam jumlah yang lebih sedikit. Premium berguna sebagai starter awal mesin dan sebagai cadangan jika gas habis. Terpasang pula sebuah alat yang mengatur perpindahan premium ke gas. Setelah menyala dari premium akan pindah ke gas. Jika ada masalah, dari gas akan mati dan pindah ke premium.

“Jangan khawatir karena converter kit yang diproduksi PTDI aman dan sudah diuji coba serta dapat dipertanggunjawabkan kehandalannya. PTDI juga sudah menerapkan standar kualitas tabung dan converter kit yang akan diproduksi sehingga aman penggunaannya. Teknologi ini sudah banyak diterapkan di sejumlah negara di dunia dan kasus tabung gas meledak hampir tidak ada,” jelas Dahlan.

Menurut rencana, pemerintah akan menerapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi mulai 1 April. Ada tiga opsi yang disiapkan pemerintah untuk mendukung program tersebut. Cara pertama adalah membatasi penggunaan premium untuk kendaraan roda empat pribadi di Jawa-Bali sejak 1 April 2012 untuk dialihkan ke BBM non subsidi. Jika opsi ini berjalan 100 persen, dapat menghemat 5,8 juta kiloliter (kl) BBM bersubsidi.

Cara kedua adalah penggunaan CNG (compressed natural gas) yang ditargetkan pada 44 ribu kendaraan umum diharapkan dapat menghemat 0,18 juta kl. Sedangkan cara ketiga, penggunaan LGV (liquid gas for vehicles) pada 250 ribu kendaraan umum dan pribadi. Cara ini diharapkan dapat menghemat 0,23 juta kl. Jadi, total penghematan BBM bersubsidi mencapai 6,21 juta kl. Dengan demikian, konsumsi BBM bersubsidi tahun 2012 bisa turun dari perkiraan semula 43,70 juta kl menjadi 37,49 juta kl.

Penggunaan RFID

Selain memproduksi converter kit, PTDI bersama PT Inti juga membuat RFID (radio frequency identification technology). Alat ini berguna untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi karena berfungsi untuk memantau jumlah ketersediaan bahan bakar. Pemasangan RFID akan dilakukan di mobil dan di SPBU.

Diungkapkan Dahlan, penggunaan RFID merupakan salah satu cara untuk mendukung program pembatasan BBM bersubsidi. Karenanya, produksi massal RFID perlu dilakukan mengingat alat ini akan digunakan di sejumlah SPBU Pertamina dan angkutan umum seperti mikrolet, dan angkot.

Pada Oktober 2011, Kementerian ESDM mulai menerapkan RFID untuk angkutan umum di Terminal Senen hingga Kampung Melayu, Jakarta. Kementerian ESDM merogoh Rp3 miliar untuk pengadaan alat kendali konsumsi BBM subsidi, RFID di Mikrolet M-01 jurusan Senen-KP.Melayu, dan empat SPBU di Jatinegara dan Matraman Raya. Penggunaan RFID ini ditargetkan bisa menghemat konsumsi BBM jenis premium sebanyak 6,2 juta kl per tahun.

Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, penggunaan RFID akan mengurangi penggunaan premium sebanyak 6,2 juta kl. Uji coba yang dilakukan pada Oktober 2011, hasilnya cukup bagus. Mulai Januari 2012, ESDM kembali melakukan uji coba penggunaan RFID terhadap 254 mikrolet yang dipasang tanda deteksi BBM bersubsidi. Hingga akhir tahun 2012, Kementerian ESDM akan menambah penggunaan RFID di beberapa kota-kota besar yang berada di Jawa dan Bali seperti di Bandung, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Surabaya. []

*Majalah Camar Pelni Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar