Sabtu, 17 Maret 2012
Direksi BUMN Dilarang Punya Staf Ahli*
Teks: Fauzi Djamal
Foto: Kementerian BUMN
Keberadaan staf ahli dan staf khusus pada dewan direksi dan dewan komisaris BUMN dikritik Menteri BUMN Dahlan Iskan. Menurutnya, fungsi staf ahli dan staf khusus tidak diperlukan karena membuat sistem manajemen BUMN tidak berjalan efektif. Selain itu, posisi staf ahli tidak dikenal dalam struktur organisasi. Karenanya, Kementerian BUMN mengeluarkan aturan larangan penggunaan staf ahli dan staf khusus pada BUMN.
“Seharusnya direksi dan komisaris BUMN tidak menggunakan staf ahli dan staf khusus. Keberadaannya akan saya hapus. Untuk apa staf ahli dan staf khusus yang belum tentu ahli. Kita harus percaya struktur. Instruksinya sudah dikeluarkan Kementerian BUMN,” tegas Dahlan.
Larangan komisaris dan direksi BUMN memiliki staf ahli dan staf khusus tertuang dalam Surat Edaran Menteri BUMN bernomor S-375/MBU.Wk/2011 tertanggal 5 Desember 2011. Dalam suratnya, Menteri BUMN meminta jabatan staf ahli dan staf khusus pada komisaris dan direksi BUMN sudah tidak adalah lagi paling lambat 1 Januari 2012 sedangkan staf ahli dan staf khusus yang diangkat pejabat di bawah direksi agar dihilangkan paling lambat 1 Juli 2012.
Melalui surat itu, Menteri BUMN juga meminta kepada BUMN hanya memiliki komite audit dan satu komite lainnya dengan keanggotaan masing-masing komite yang berasal dari luar dewan komisaris atau dewan pengawas maksimal dua orang. BUMN juga tidak boleh membentuk mengangkat karyawan BUMN menjadi anggota komite audit dan anggota komite lainnya. Aturan ini wajib dipenuhi BUMN paling lambat 1 Januari 2012. bagi BUMN yang menerbitkan obligasi tetap harus mematuhi kebijakan tersebut. Namun disesuaikan dengan peraturan pasar modal dan aturan di sektor BUMN tertentu tersebut.
Wakil Menteri BUMN Mahmuddin Yasin menambahkan anggota dewan komisaris dan pengawas BUMN hanya diperbolehkan untuk menjabat pada satu BUMN sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Selanjutnya, Kementerian BUMN akan melakukan penataan sesuai dengan kebijakan tersebut.
Mahmuddin mengingatkan agar seluruh kegiatan usaha BUMN harus direncanakan dengan baik dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) sehingga seluruh program kerja operasional BUMN dapat berjalan dengan baik dan efektif. Menurutnya, semua investasi yang ada dalam RKAP harus didukung dengan studi kelayakan atau setidaknya studi pendahuluan yang dilengkapi dengan skema pembiayaan yang baik.
“RKAP harus dibuat dengan tujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, serta pertumbuhan dan perkembangan nilai perusahaan yang berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), ketaatan kepada peraturan perundangan, serta dilengkapi dengan kajian hukum,” jelas Mahmuddin. []
*Majalah Camar Pelni Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
apa masih berlaku yach
BalasHapus